Kamis, Mei 15, 2014

MENGUBAH WAJAH POLITIK REPUBLIK INI

Pasca peta koalisi pemilu 2014 terus mengerucut, terkadang saya mendapatkan ‘pesan kecut’. Baik secara langsung maupun via socmed. Mulai dari peluang, matematika koalisi politik, dan pasangan ideal jika maju sebagai capres. Mungkin pertanyaan seperti ini juga didapatkan oleh kawan-kawan relawan yang mengampanyekan Anies Baswedan dan Gerakan TurunTangan dalam 9 bulan terakhir.

Jika ditarik kebelakang, medio september 2013 pasca deklarasi konvensi Partai Demokrat, semua survey menempatkannya di bawah angka 0,5% untuk popularitas dan elektabilitas. Ditambah cerita-cerita pesimis tentang konvensi Partai Demokrat.

Selama perjalanan Gerakan TurunTangan sebagai platform sosial-politik, dalam hal menggerakkan dan menyampaikan gagasannya, relawan Anies Baswedan jauh lebih efektif bergerak. Dibandingkan dengan tim-tim bakal capres lain yang sudah jor-joran dalam berkampanye plus posisi mereka sebagai pejabat publik. Sejak september 2013 hingga mei 2014, popularitasnya terus naik seiring aktifitas kawan-kawan di beberapa wilayah. Sedangkan, calon lain ada yang stagnan dan bahkan ada yang menurun tingkat elektabilitasnya.

Gerakan yang membesar karena gagasan

Seorang seleb tweet pernah ‘nge-tweet’, 25.000 orang tidak ada apa-apanya dibandingkan 183juta DPT.. !!!. Untuk di bilik suara memang tidak ada apa-apanya dan saya sangat sepakat. Jumlah itupun belum mampu memenangkan seorang Bupati/Walikota dalam sebuah perhelatan pilkada.

Tetapi relawan TurunTangan, barisan 26.000+ orang yang tersebar di seluruh penjuru telah menyampaikan pesan. Dan memperlihatkan gaya permainan baru untuk mengubah wajah politik Republik ini. Menurut saya, Gerakan TurunTangan tak sekedar jumlah angka-angka. Mereka yang bergabung ingin menyampaikan pesan “Masuklah ke politik karena gagasan dan misi, bukan karena rupiah yang melimpah dan popularitas semata”.

Pemilu 2014 ini katanya menjadi pemilu yang paling ‘brutal’ dalam hal money politic dan kampanye yang jor-joran. Namun pejuang-pejuang TurunTangan memilih tak menjadi bagian dari cara-cara klasik tersebut, memandang bahwa hal tersebut adalah bagian dari masa lalu perjalanan politik negeri ini. Mengubah sesuatu yang ‘tak mungkin’ memang tak mudah, tetapi memberi contoh sangatlah mudah.

Berawal dari satu titik di daerah kemang di Jakarta, hingga hari ini secara organik di beberapa wilayah. Orang-orang berkumpul dengan sadar, memikirkan dan berbagi ide untuk kampanye yang efektif di masing-masing wilayahnya. Tak ada uang transport, makan bayar sendiri, merchandise beli atau buat sendiri. Memang kedengaran aneh bagi orang-orang yang memandang aktifitas kampanye adalah ceruk untuk mengeruk rupiah.

Saya percaya kita akan mengalami lompatan kemajuan tatanan demokrasi yang lebih cepat. jika semua orang yang terjun ke politik memandang gagasan dan integritas sebagai bahan bakar dalam pencapaian misi politik. Permasalahannya hari ini, adalah tak banyak yang mau mencoba meninggalkan cara-cara lama. Mereka takut kalah karena rupiah, takut tersingkir karena ambisi tak tercapai, takut memberi contoh untuk mengubah. Dan (-maaf), mereka adalah penakut yang terpaksa masuk ke arena politik.

Politisi dengan gagasan dan pemikiran yang otentik sangat dibutuhkan untuk kemajuan sistem demokrasi, karena dengan begitu kita akan merasakan dampaknya. Kita akan tercerdaskan secara politik, dan mempercepat pergantian orang-orang tak berkualitas di arena politik. Wilayah yang mengurusi hajat hidup orang banyak.

Pemimpin yang berani mengubah permainan

Kini di penghujung konvensi, angka-angka survey untuk Anies Baswedan masih kecil. Katanya ada di bawah 5% dan masih kalah dengan 3 kandidat lain, dimana mereka adalah pejabat publik yang saban hari wajahnya bisa mucul di TV. Sedangkan Anies Baswedan? Jangankan iklan di TV, baliho saja tak ada. Tetapi jangan lupa, masih ada 7 peserta lain dibawahnya yang lagi-lagi masih/mantan pejabat publik.

Angka-angka survey menjadi momok yang menakutkan bagi politisi-politisi hari ini, padahal yang disampaikan terkadang hanya tingkat popularitas semata. Jangan heran jika sebagian besar politisi kita tidak berani mengambil keputusan tak-populer untuk kepentingan negara. Bisa jadi mereka takut angka-angka survey-nya nanti mengecil dan kehilangan popularitasnya.

Anies dan Gerakan Turuntangan berani tak populer karena ‘hanya’ jualan gagasan baru dan kampanye di internet. Mengajak orang-orang yang bergabung secara sadar dan percaya. Dan perlu kita ketahui di Internet-lah pertarungan trackrecord dan gagasan lebih terbuka, jika dibandingkan dengan TV dan media cetak. Dimana sebagian besar berpihak kepada tuannya dan pemilik rupiah yang sanggup membayar sangu. 

Kita hanya bisa mengubah permainan dengan memberi contoh.
Bukan dengan diam dan mendiamkan, apalagi mengikuti cara-cara lama.

Anies Baswedan mungkin kecil jika diukur dengan angka-angka survey. Tetapi ia dan 26.000+ Relawan turuntangan telah memberi contoh cara membuat wajah politik republik ini lebih terhormat.

Tak banyak calon pemimpin yang berani memilih cara-cara terhormat untuk memenangkan pertarungan di arena politik.

Baca Selengkapnya......

Kamis, Maret 21, 2013

HUJAN SINYAL

Seperti jumat yang biasa, saat matahari hampir tegak lurus dengan panasnya yang sangat menyengat. Aku mengenderai sepeda motor ke arah timur, menuju ibu kota kecamatan Rote Barat Daya, Batutua namanya. Setiap jumat aku melakukan rutinitas ini untuk melaksanakan sholat jum'at di masjid yang paling dekat dan paling mudah di akses dari desaku. Siang itu panas sangat menyengat di banding hari-hari biasa. Ahhh.... Mana aku hanya memakai kemeja lengan pendek lagi, ya sudah kubiarkan matahari siang itu memanggang kulitku yang memang sudah mulai eksotik khas orang Rote. Sekitar 30 menit berlalu akhirnya aku tiba di rumah pak Ali, kawan guru di mana PM Akbar selalu beristirahat jika sedang ada di Batutua.

Setelah ngobrol sebentar, bedug masjid berbunyi kemudian dilanjutkan dengan adzan dan secara kebetulan kidung jemaat juga membahana di rumah duka yang berada sebelah masjid. Keringatpun bercucuran saat berada dalam masjid yang berukuran kira-kira 10 x 15 m, suhu siang itu memang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Padahal dari kejauhan awan gelap dan kilatan petir kelihatan sangat jelas. Ohh tuhan mudah-mudahan hujan segera datang, harapku...., selesai sholat saya, PM Akbar, dan Pak Ali mampir ke rumah duka untuk mengikuti upacara pemakaman. Menurut kabar yang meninggal adalah seorang bayi yang baru lahir kemarin siang , siang itu juga dia dimakamkan di samping rumahnya.

Setelah makan siang dan ngobrol sebentar, aku dan PM Akbar bergerak menuju Desa Oeseli tempat dia bertugas. Adalah sesuatu yang tidak biasa ketika tiba disana dan melihat beberapa orang di Oeseli berjalan sambil merapatkan handphone di telinganya, kemudian berbicara dan tertawa puas dengan sanak saudaranya yang ada di belahan nusantara yang lain. Siang itu saya sangat menikmati pemandangan "aneh" di Oeseli, mungkin di kota-kota besar sudah hal biasa jika melihat pemandangan seperti ini. Tapi ekspresi kebahagiaan yang muncul di sini jauh berbeda dengan apa yang biasa aku liat.

Akupun sampai ikut-ikutan menikmati euforia itu. Saat itu aku ada di Pos Marinir yang berjarak hanya 20-an meter dari rumah Akbar, aku kemudian menelpon akbar yang ada di rumahnya. Setelah itu juga ku kabari ibuku di Bulukumba sana, "iye, ini adaka di Desa Oeseli. Desa yang baru tadi malam ada sinyalnya". Dalam hati, "oooo..... begini to rasanya jika desamu baru ada sinyalnya", hari yang sangat mengharukan.

Beberapa saat berlalu housefam PM Tomo (PM angkatan pertama yang bertugas di Oeseli) meminta Akbar menelpon Tomo. Wuihhhhh dengan suara yang sangat semangat kulihat pasangan suami istri didepanku berbicara dengan handphone dengan mata yang berbinar bahagia...... Karena bisa berbicara langsung dari Oeseli dengan anaknya yang ada di jawa sana, dimana selama ini mereka hanya dapat kabar dari Akbar ataupun orang-orang Oeseli yang sempat berkomunikasi dengan Tomo ketika berada di daerah bersinyal.

Puas berbicara dengan Tomo, mereka kemudian bercerita jika sebenarnya tadi malam (30 November 2012) orang-orang Oeseli yang punya handphone hampir tidak tidur sampai pagi karena menikmati sinyal pertama mereka yang muncul di layar Hp tepat pukul 00.00 Wita. Aku yang untuk pertama kalinya berkunjung ke sana kemudian disambut sinyal yang full di layar Hp merasakan sangat bahagia, aku sulit membayangkan bagaimana bahagianya penduduk desa ini menikmati sinyal pertamanya.

Asyik menikmati sinyal perdana Oeseli, tak terasa waktu menunjukkan pukul 16.00. Segera aku berpamitan kepada orang tua akbar dan bapak ibu yang ada di Oeseli untuk bergeser pulang ke Desa Oenitas. Setelah bergeser empat kilometer dari Oeseli, kulihat langit mulai menghitam. Alhamdulillah mudah-mudahan segera hujan ya Allah, aku berdoa.

Sepuluh kilometer sebelum desaku akhirnya hujan itu datang juga, setelah lima bulan menghilang dari pulau ini (musim kemarau di Rote mulai bulan April - November) aku belum pernah merasakan hujan se-lebat ini. Setelah kuamankan dompet dan Hp di bawah sadel motor, kubiarkan tubuh ini di basahi hujan lebat perdana di Desa Oenitas. Sepanjang jalan kunikmati aroma tanah kering yang di tetesi air hujan. Layaknya anak kecil yang begitu bahagia bermain hujan, begitulah mungkin perasaanku. Motorku kadang ku pacu dengan gas poll kadang kupelankan dan ku iringi lagu dengan lirik-lirik dan nada yang tidak jelas.

Hari itu sangat kunikmati semuanya, sinyal dan hujan perdana ternyata rasanya luar biasa jika dipadukan. Semoga saja di musim penghujan mendatang Oenitas dan Oeseli bisa menikmati aliran listrik perdananya.

Baca Selengkapnya......

Rabu, Maret 20, 2013

Biar Rote Tetap Senyum

Jangan membaca kumpulan frase di atas dengan perasaan sedang marah, lelah, letih, lesu, dan lemah. Karena kondisi fisik dan emosi bisa mempengaruhi cara pandang kita terhadap sesuatu. Jika sedang labil, orang menepuk pundakpun bisa kita sangka sedang memukul.

Empat kata di atas kami (PM Rote) dapatkan dari seorang perwira polisi di jajaran Polda NTT, beliau bertugas di bagian pengamanan jalan raya. Namanya Kompol. Bambang, kami bertemu medio Oktober 2012 saat melakukan kunjungan stakeholder. Ketika itu juga dirangkaiakan untuk mengantar Deriyanto Zakarias, murid SD Batulai yang terpilih sebagai duta keselamatan di jalan untuk provinsi NTT.

Ketika bertemu beliau kami seperti sedang mengikuti leadership forum yang biasa dilaksanakan di camp pelatihan pengajar muda. Bedanya, sesi dengan Pak Bambang lebih mudah di cerna. Kami lebih bisa membayangkan dan mengkomparasikan dengan apa yang telah kami lewati. Saat itu, beliau bercerita banyak tentang suka duka bertugas di jajaran kepolisian. Dari kalimantan hingga beberapa kabupaten di provinsi NTT, beberapa pengalaman dan petikan pelajaran dari perjalanan selama iya bertugas disampaikan dengan lugas. Kami semuanya tersenyum takjub dan sesekali menganggukkan kepala, sebagai pernyataan jika kami sangat setuju dengan apa yang beliau sampaikan. Beberapa pesan kami catat, namun ada satu pernyataan yang menurut saya sarat akan makna.

"BIAR ROTE TETAP SENYUM"

Empat kata di atas multiinterpretatif, maknanya akan sesuai dengan suasana hati sang pembaca. Entah si pembaca sedang bahagia, marah, senang, sedih, pesimis, skeptis, ataupun optimismenya sedang meletup. Kumpulan kata itu akan memancarkan spektrum maknanya sesuai yang diinginkan sang pembaca. Jika ragu silahkan coba sendiri, kondisikan suasana hati anda maka akan menemukan maknanya sesuai yang diharapkan........ Hehehhehe.....,

Keadaan tersebut menggambarkan jika apa yang kita lakukan untuk mendapatkan atau menghasilkan sesuatu di mulai dari cara kita memandang sesuatu itu sendiri.

Nah coba kita melebarkan jangkauan kalimat tersebut menjadi "biar INDONESIA tetap senyum", tentu akan berbeda spektrum maknanya. Tergantung rakyat yang mana yang memandangnya.....

Bagaimana ????

Baca Selengkapnya......

BIAR ROTE TETAP SENYUM



“AKU DATANG BUKAN DENGAN KEMANTAPAN, ATAUPUN KEPERCAYAAN DIRI. HANYA SEDIKIT TINTA DAN KEYAKINAN, UNTUK ROTE NDAO. BIAR TUHAN YANG MENOPANGKU” (KRISTIA)

“HAMPARAN LAUTAN YANG BEGITU LUAS, DI TEPI PANTAI KULIHAT SEMANGAT JUANG ANAK-ANAK NUN JAUH DI SELATAN NUSANTARA. INGIN KU UKIR SENYUMAN DI BIBIR MEREKA DEMI MERAIH MASA DEPAN YANG CERAH” (NELLY)

“AROMA SOPI, DEBURAN OMBAK SAMUDERA, DIIRINGI PETIKAN SASANDO. JIKA SANG PENCIPTA MENGHENDAKI, KAMI SIAP BEKERJA DENGAN KARYA BUKAN KATA” (DARUL)

“LONTAR BERAYUN MENGIRINGI PERJALANAN DI TENGAH SABANA YANG MENGHAMPAR” (SEKAR)

“SAAT SEPARUH LADANG TANAH DESA INI MENGUNING, SAATNYA BERBAGAI DALAM DAMAI” (AKBAR)

“TANAH YANG SUBUR NAN EKSOTIS BERSANDING PANTAI. KU HARAP ROTE NDAO MELEKAT DI HATI” (ANIES)

“BIARKAN DAGINGKU BUSUK, MAMPUS DI KOYAK CACING-CACING ROTE. ASALKAN JIWAKU HIDUP DI DADA ANAK-ANAK KAMI” (RADY)

“KARENA HIDUP CUMA SEKALI JADIKAN BERARTI” (LUCKY)

“AKU INGIN SENYUM MEREKA TETAP MENYALA, MIMPI MEREKA BERCAHAYA DAN TIDAK PADAM LAGI. CAHAYAKU UNTUK MALAIKAT KECIL DI ROTE NDAO” (ANGGUN)


Puisi ini karya Pengajar Muda Rote Ndao IV, yang dibuat masing-masing kemudian dirangkai menjadi satu, awalnya tak memiliki judul. namun setelah perjalanan sembilan bulan kuputuskan untuk memberi judul "biar Rote tetap senyum"

Baca Selengkapnya......

Minggu, Oktober 14, 2012

"Istilah" Nusantara

Negara Indonesia disebut juga dengan istilah nusantara.

Itulah kalimat pembuka pada buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas III, kalimat tersebut ada pada Bab I Makna Sumpah Pemuda bagian A Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, lebih tepatnya di halaman 2. bagi saya dan juga para pembaca yang budiman, kalimat tersebut adalah hal lumrah dan mudah di mengerti tanpa perlu penjelasan yang lebih rinci lagi. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi anak-anak didik saya di SD Inpres Oenitas, setelah membaca kalimat tersebut mereka berekspresi aneh. Khususnya ketika mereka sampai pada kata istilah.

Waktu menunjukkan pukul 11.00 waktu itu, setelah bernyanyi lagu satu nusa satu bangsa karya om L. Manik kemudian dilanjutkan dengan cerita wawasan nusantara. Mereka kemudian aku bagikan buku PKN dan meminta mereka membaca halaman dua sampai tiga, dengan tujuan untuk memperluas lagi pemahaman mereka. Tetapi apa boleh buat, maksudku baik namun ternyata aku malah menciptakan kekeliruan di otak mereka. Awalnya mereka membaca dengan suara sangat pelan, namun beberapa saat kemudian kelas mulai ribut karena akumulasi suara yang setiap detik volumenya semakin meninggi di setiap anak.

Anehnya, mereka malah mengulang-ulang kalimat yang ada di awal paragraf saja dengan intonasi yang sagat tegas pada kata istilah. Setiap detik mereka semakin semangat (khususnya anak laki-laki) untuk mengulang-lang untuk membaca sambil cengengesan. Jadilah kelasku sangat ribut namun terdengar kompak membaca kalimat NEGARA INDONESIA DISEBUT JUGA DENGAN ISTILAH........ NUSANTARA. Tetapi aku melihat ada yang aneh dari ekspresi mereka yang tidak seragam, anak perempuan terlihat dengan ekspresi kesal, beberapa anak yang belum lancar membaca terlihat bertanya ke temannya (menggunakan bahasa daerah,) mengenai letak kata istilah dalam paragraf.

"Kelas Tiga B.......?????" sahutku untuk mengurai distorsi suara yang menurutku sudah melewati ambang batas normal, namun sayang hanya beberapa anak yang menjawab "Pasti tertib... !!!".

Dengan suara yang tegas akupun bertanya ke mereka,

"kenapa bosong (kalian) baribut membaca, coba di baca pelan saja seperti ini" , "Negara Indonesia disebut juga dengan istilah nusantara. Nusantara berasal dari kata "nusa" dan "antara"." ucapku dengan suara yang agak pelan.

Akhirnya beberapa anak mulai menurunkan volume suaranya, namun kondisi itu hanya bertahan 3 menit saja. Selanjutnya kelas kembali kacau dengan suara mereka yang bersahut-sahutan, mengulang-ulang kalimat NEGARA INDONESIA DISEBUT JUGA DENGAN ISTILAH. Belum lagi ada anak yang saling menegur temannya dengan menggunakan bahasa oenale (Bahasa daerah setempat), bahkan saling memukul. "ah.. Ada yang tidak beres sepertinya" ucapku dalam hati. Mereka kemudian aku minta untuk berhenti membaca dan mendengar ceritaku, namun lagi-lagi tidak efektif. Kemudian aku tanya beberapa anak, mengapa teman-temannya tertawa ketika membaca kalimat tersebut. Yang kutemukan malah mereka senyum-senyum malu sambil menutup mukanya, malah ada yang langsung tunduk ke bawah meja. Akupun mulai panik, apa yang terjadi dengan bocah-bocah ini tuhan???.

"Sudah, sekarang tutup buku dan siap-siap pulang...!!!" ucapku dengan suara yang agak keras, ternyata kata pulang berhasil mengalahkan kata istilah.

Merekapun mulai merapikan buku dan bersiap pulang, ya... Hari itu aku memulangkan siswaku lebih cepat 20 menit dari jadwal yang seharusnya. Memulangkan mereka sepertinya sangat penting untuk meredam kekacauan hari itu.
.........................

Sesampainya di rumah akupun menceritakan kejadian di sekolah kepada inam (mama) dan amam (bapak), mereka malah mentertawakanku.

"sudah bapak makan dulu, baru nanti be kasi tau" kata amam, namun lagi-lagi di akhiri dengan tawa.

Selesai makan, aku ambil buku cetak itu kemudian kuperlihatkan ke amam.

"bapak, kata istila itu omong kotor (bahasa jorok) kalo di sini, anak-anak pasti bacanya isitila bukan istilah, itu artinya ###^$@@@##** dalam bahasa Oenale" kata amam menjelaskan sambil tertawa. Aku hanya melongo dan bilang "oooo.... -___-", anak-anak memang masih polos dan punya imajinasi yang tak bisa di tebak.

Semoga saja pelajaran PKN hari ini berkesan bagi murid-muridku, karena menurut teori (sudah lupa dari mana) sebuah pengetahuan akan tersimpan rapi dalam memori jangka panjang jika iya di terima dengan perasaan yang senang, seru dan aneh.

Mudah-mudahan yang tersimpan di otak mereka bukan, NEGARA INDONESIA DISEBUT JUGA DENGAN ###^$@@@##**..... '--___--'


*Bahasa Indonesia, bahasa yang membuat Republik ini tetap bersatu. Mencoba mengajarkannya kepada anak-anak di ujung selatan negeri adalah salah satu tantangan. Selain kata istilah, disini aku juga menemukan banyak misinterpretasi dari arti kata yang sebenarnya. Semoga saja menjelang usianya yang ke 84 tahun sebagai bahasa persatuan, bahasa ini tetap terjaga sebagai salah satu simpul untuk memperkokoh kesatuan republik. Walaupun seiring waktu mengalami berbagai perubahan di tiap generasi hingga sekarang muncul serangan bahasa 4L4y sebagai varian baru bahasa Indonesia di era social media ini.

Baca Selengkapnya......