20 juni 2012, aku
menghadiri acara pengumuman hasil Ujian Akhir Nasional di Sekolahku (SD Inpres
Oenitas). Ditemani Citra (PM2) aku masih agak canggung dengan suasana di
sekolah, apatah lagi saat itu orang tua siswa sedang berkumpul. Setelah
menunggu sekitar tiga jam setengah, akhirnya acarapun berlangsung. Satu persatu
pemangku kepentingan yang hadir di beri kesempatan untuk memberikan sambutan di
mulai dari Kepala Sekolah, Ketua Komite, dan terakhir perwakilan dari Kepala
Cabang Dinas PPO (Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga). Ketiga sambutan tersebut
semuanya menyempatkan untuk memperkenalkan saya di depan orang tua siswa.
Namun, sambutan dari
Bapak Jusuf Boboy (ketua komite) waktu itu sangat luar biasa. Beliau
menyampaikan cerita tentang Adolf Hitler yang di cap sebagai penjahat namun
tetap menjadi pahlawan bagi orang-orang di kampung halamannya, beliau
menyampaikan ini karena ada sebuah daerah di penempatan saya yang sudah di cap
jelek oleh warga di desa lain. Beliau benar-benar membakar ruangan kelas yang
kecil tersebut dengan semangat yang luar biasa saat menyampaikan sambutannya,
dengan nada yang tegas beliau mengatakan “jika
anak Leonard Haning (Bupati Rote Ndao) sarjana, itu hal yang biasa... !!!! tapi
kalo dong (semua) anak samua (semua) sarjana itu luar biasa.. !!!”
Sungguh pernyataan
yang luar biasa dari seorang bapak yang tamatan SMA dan berusia sekitar 60
tahun, kalimat tersebut sontak membuat ekspresi optimis dari orang tua siswa
semakin terpancarkan. Tidak hanya sampai di situ, beliau juga “menyumpah” para
siswa untuk tetap melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya, dan dilanjutkan
dengan “janji” orang tua untuk terus berusaha menyekolahkan anaknya hingga
pendidikan tinggi. Kemudian beliau bercerita tentang seorang anak yang di mana
masa mudanya iya habiskan dengan kenakalan baik di sekolah maupun di lingkungan
sekitar, kenakalan tersebut bahkan sampai ke tingkat kriminal. Namun, iya
selalu mendapatkan nasehat dan bimbingan dari bapak. Seiring waktu iya telah
menamatkan SMA pada tahun 2002, setelah “menganggur” sampai 2004 pemuda
tersebut kemudian ke Kupang. Di sana iya kemudian kuliah pada jurusan
pendidikan (aku lupa jurusannya), tahun 2006 iya sempat mengambil cuti karena
sang ayah meninggal dunia. Selama dua tahun dia lagi-lagi menjadi pengangguran
dan sempat putus asa untuk melanjutkan kuliahnya yang telah terlantar.
Bapak usu (begitu
iya menyebutnya) selalu memberi dorongan dan motivasi kepadanya, selama dua
tahun setiap beliau bertemu dengan bapak pasti selalu diingatkan untuk tetap
berusaha kuliah. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali kuliah dengan modal
pas-pasan, kuliah sambil bekerja sampingan (kadang jadi tukang parkir, ataupun
berbisnis kecil-kecilan di kampus) iya jalani untuk menaklukkan tantangan
ekonomi. Medio 2010 akhirnya iya menyelesaikan kuliahnya, tak lama setelah
wisuda iya di terima sebagai guru di sebuah SMA di pinggiran Kota Kupang (Kec.
Amfoang) hingga saat ini iya masih mendedikasikan diri di sana.
Aku kembali
teringat, karena sehari sebelumnya aku sempat bertemu dengan beliau di upacara
kematian tetangganya, beliau sangat semangat menceritakan pengalaman hidupnya
seperti yang tertulis di atas. Hingga iya melontarkan kalimat “dulu memang saya nakal, bahkan berurusan dengan
polisi saya sering. Namun sekarang beta sudah mau berubah, beta baru tau kalau
pendidikan itu ternyata penting pak. Makanya suatu saat beta mau kembali ke
sini untuk mengajar, beta mau anak-anak dong samua di sini sekolah terus biar
oenale (nama suku yang mendiami oenitas) bisa maju”. Sambutan bapak
Jusuf Boboy kemudian iya tutup dengan kalimat “ingat
dong samua bisa sekolah setinggi-tingginya, tapi jangan sampai dong lupa
sekolah dan kampung ini yang sudah beri lu ilmu dasar”.
0 komentar:
Posting Komentar